Sunrise di Bromo


Bromo yang kalian lihat di foto-foto itu, tidak akan seindah, sebagus, atau se menarik itu jika hanya dilihat dari jauh. Mungkin tampaknya foto-foto yang kalian lihat itu tampak seperti hasil jepretan fotografer handal yang memikat mata, tapi satu yang saya yakini, tidak ada hasil bagus tanpa usaha yang seimbang. Seluruh lokasi bagus, indah, selalu membutuhkan usaha dan perjalanan yang tidak sebentar. Entah medannya yang sulit, tenaga yang terkuras, biaya yang besar, atau pengorbanan yang lain demi mendapatkan sesuatu yang setimpal.

Bromo indah karena banyak hal.  



Jarak tempuh jogja – Surabaya 6 jam. Pindah kendaraan travel 3-4 jam. Pindah jeep lagi untuk rute yang lebih sulit kurang lebih 4 jam. Jalanan tidak rata, kursi mobil tidak nyaman, berdebu, dan perut kosong membuat rombongan kami yakin – perjalanan ini memang tidak biasa. Sampai di pos penanjakan, saat itu pukul 2 lebih sedikit. Sudah banyak sekali orang yang sampai disana. Kami masih harus berjalan kaki menaiki tangga dan jalan menanjak yang tidak sebentar, dibandingkan perjalanan lainnya, ini lebih menyiksa karena hawa dinginnya tidak begitu bersahabat – bahkan meskipun sudah menggunakan sweater berlapis, jaket, sarung tangan double, kaus kaki, dan ratusan orang - dingin di atas menuju pos sunrise bromo memang benar-benar tidak bisa dikalahkan.




Masih 2 jam untuk menunggu matahari terbit. Hebatnya, lokasi sudah dipadati manusia. Lokasi-lokasi yang memang tempat indah untuk santapan foto sudah penuh sesak, kamera-kamera dan tripod mahal sudah berdiri rapi di lokasi yang sangat strategis. Hampir tidak ada tempat terdekat yang bisa kami jangkau tanpa harus berdesakan satu dengan yang lainnya. (lagipula semua orang memang serakah untuk urusannya sendiri). Sementara itu, sampai di pos sunrise bukannya malah senang – saya justru bertambah kedinginan karena kami tidak melakukan apapun. Dingin semakin menusuk, dan itulah yang menarik.

Bahkan ketika kami sedang tersiksa dengan dinginnya, atau semua orang tersiksa dengan hawa disana, kami tertawa – tersenyum – menertawakan kelemahan kami. Saya menyadari, banyak orang yang ingin melihat hal yang sama, mengorbankan kasur yang empuk, waktu istirahat, dan hawa nyaman di rumah masing-masing. Semua dari kita mungkin memang merindukan hiburan, liburan, berhenti sejenak dari hal biasa dan melakukan hal tidak biasa. Barangkali Bromo indah juga karena tidak biasa.

 Menjelang matahari naik, semua orang berdesak-desakan keluar batas, kamera-kamera dan tongkat sudah naik ke seluruh penjuru. Semua mata awas. Tidak satu detikpun terlewat tanpa berdecak menyaksikan betapa indahnya ia perlahan naik. Dan keindahan itu pelan-pelan muncul, menyehatkan, mata, menyejukkan hati. semua yang gelap perlahan menjadi terang. Orange, kemerah-merahan, coklat, hijau, biru. Matahari, gunung, awan. Komposisi itu sungguh menyegarkan mata. Saya bersyukur bisa menatapnya. Mereka terpaku pada posisinya masing-masing,

Semua orang sibuk mengabadikan. Sampai lupa menikmati momen itu sendiri. Sementara matahari perlahan naik,  sampai pada titik itu, saya menyadari. Keindahan didapat karena usaha yang panjang. Mungkin Bromo. Mungkin begitu juga dengan yang lain.